Bulan-bulan
terakhir semakin membuat seru kehidupan, pekerjaan, percintaan, pendidikan dan
kemanusiaan menjadi topik utama. Bulan ini aku merasa seperti seorang yang
telah menjarah sebuah negeri. Aku dituding sebagai orang yang mengambil paksa
seorang yang dicintainya. “Apa aku pantas mendapatkan ini?” pertanyaan itu yang
menyelimuti malam-malamku sekarang. Tangisan seorang lelaki yang merajuk seakan
kehilangan sebuah mainan yang disayanginya akan menggema tetapi tidak akan
memekakkan telinga sang ibu yang mengasuhnya. Seperti nyanyian hujan yang lebih
deras dari hari-hari biasanya tidak akan mengurung ucapan syukur manusia yang
dilimpahi keberkahan. Aku bagai terpidana saat sebuah surat elektronik
menamparku dengan kata-kata penuh iba. Disisi lainnya aku tak mendapatkan
keberadaanmu. Melody, apa seperti ini? Disaat rajukan menghujam, kau hilang
seakan permasalahan ini berada dipihakmu, apa kau kecewa dengan dirimu sendiri
atau merasa ketidakpantasan?. Kebodohan manusia akan dimaafkan jika manusia tidak
mengulanginya lagi, bahkan sekalipun hal itu terjadi akan tetap dimaafkan,
sabagai manusia kita diperkenankan untuk berimajinasi, namun jangan sampai
imajinasi menjadikan dakwaan terhadap manusia lain seakan imajinasimulah yang
akan terbukti sebagai takdir. Aku berbincang-bincang dengan desau angin
disepanjang jalan yang kulalui untuk pulang. Dentingan melodi-melodi alam yang
sendu dan riang bekejaran merasuk jiwa. Seorang wanita yang tak kuat dalam
ketegaraanya akan rapuh dan hancur dalam alam pikiran tentang ketegaran itu
sendiri. Setiap manusia mempunyai masalah dan cobaan hidupnya masing-masing,
semoga kita tidak terlena akan kealpaan diri bahwa kita hidup didunia
bersama-sam dengan manusia-manusia lain dengan cabaan hidup yang juga
masing-masing. Karena hal yang sedemikian itu akan menjadikan kita menjadi
orang yang mengasihani diri sendiri. Alangkah malangnya orang bisanya
mengasihani diri sendiri. Diamlah dalam kebekuanmu, jangan menyesal dengan
keputusan, tapi mengapa aku merasa ini belum jua akan berhasil. Aku melihat
berbagai tabir ini akan terkuak dan aku melihat yang belum jua kau lihat.
Dipayungi sepasang mata
bening berkaca-kaca air mata dan dengan suara parau kau berbicara padaku. Berbicara
tentang canda tawa dan ketakutan yang menjadi satu dalam nada jiwa.
Bulan ini begitu
terasa berat bagaikan tabir badai yang menghalangi kepakan sayap dan lantunan
syair pujangga malam yang berjalan di tengah gurun pasir. Kita sering lewati
hari-hari bulan ini bersama-sama. Tak jarang pula membuatmu mencurahkan air
mata saat selesai berbincang denganku. Hatimu sedang berkecamuk dengan
pemahaman yang bersimpangan dengan perasaan yang termanifestasikan oleh
pensikapan yang kau dapatkan selama ini sebelum aku mengenalmu. Selalu merasa
disalahkan oleh kejadian-kejadian yang sedang terjadi ataupun kejadian dimasa
lalumu menjadi bandul yang menahanku untuk menyayangimu. Jam selalu akan
berdetak dan waktupun terus menggilas roda-roda pemikiran manusia dengan
pemikiran dan pemahaman baru. Sayangnya kau sendiri yang terlalu memewahkan
masa lalu yang gelap sehingga terlihat sebagai lantunan dunia kegelapan yang
tak berbintang.