Selasa, 29 November 2011

November

Tidak terasa sudah hampir dua tahun setelah kelulusanku dari sekolah yang mengambil bagian dari ceritera masa mudaku. Aku mengenangkan tanaman-tanaman yang tumbuh liar dan yang terawat di sekitaran tempat kami berjalan dan bersendau gurau di sela-sela pelajaran. Desahan dahan-dahan yang menahan dinginnya angin sore musim hujan dan musim yang menguliti daun-daun dari dahan-dahan tua sebuah pohon tinggi yang terus bertahan hidup. Melihat itu semua hatiku jatuh dan benih cintaku menghujam bumi untuk terus tumbuh. Menampikkan tabir-tabir menuju cahaya terang ilmu pengetahuan. Membuka sudut-sudut hatiku dan meneranginya. Cinta datang padaku dengan lidah dan air mata serta keheningan suara orang-orang yang membicarakan cinta. Aku masih mengenang jalan-jalan yang merekam seluruh permainan kita, gurauan kita bahkan bisikan-bisikan kita. Perjalanan hidup kita bisa menjadi saksi yang berbunyi lantang maupun bisu dengan segala rahasianya, mendekap segala unggapan, menangkap tawa, suatu ceritera yang dialami seluruh manusia, yang memang ada dan tak mungkin mati, ia akan abadi hingga tak ada yang mampu lagi mengenangnya. Kalian pun pasti pernah mengalami kenangan-kenangan yang di samping-sampingnya tumbuh anggrek-anggrek dan bunga lainnya yang tak kalah memikat pandangan dan hati.
Mengingat hal itu, aku beranjak dari kesibukanku untuk bertemu teman lama yang mengundangku kerumahnya, seorang teman semasa sekolah dua tahun yang lalu. Hari itu adalah sebagian dari penghujung musim hujan yang teduh. Rumput-rumput menghijau cemerlang, pohon-pohon cemara menantang gerusan kendaraan yang lalu lalang dengan tegar bagaikan gunung yang tak goyah diterpa musim-musim yang terus berulang. Aku mengunjungi rumahnya yang tak seberapa jauh dari tempat sekolah kami dahulu. Perbincangan-perbincangan pun bergulir mengenai hal-hal yang kami alami dan yang tak kami ketahui tentang keadaan sekitar. Sedang kami bercakap-cakap, temanku seperti sedang mengingat ingat sesuatu dengan menudingkan jari telunjuknya ke keningnya yang datar. Mencoba mengingat sesuatu dan sejurus kemudian menyebut nama seorang kawan lama bernama Melodi dan menceritakan pertemuan dan perbincangannya dengan perempuan itu. Ia coba membuatku mengingat tentang kejadian-kejadian masa lalu saat kami remaja dan menuntut ilmu bersama.
Aku mencoba mengingat kejadian dan permainan masa remaja kami bersama bagaikan seorang asing mengingat tempat yang pernah ia singgahi dalam perjalanan dan pengembaraannya yang panjang. Aku mengenangkan wanita itu dengan bantuan teman lamaku tersebut. Disebutkannya kejadian-kejadian yang pernah kami alami dan hal-hal kecil yang aku tidak ketahui. Temanku menatap mataku dengan tajam dan menyentuhkan pikirannya ke pemahamanku bagaikan sebilah pisau dingin yang menyentuh kulit. Temanku menyarankan untuk menghubunginya dan mengenangkan kembali masa muda kami yang menurutnya indah untuk dikembalikan ke dalam gairah masa depan. Aku masih mencoba mengingat wajah seorang wanita yang sedang dibicarakan temanku itu dengan seksama seperti seorang murid yang membolak-balik halaman buku catatannya menyiapkan hari ujian. Dunia pasti berputar dan ada waktunya semua berubah, termasuk kelalaian dan kealpaanku akan sosok dan rupa wanita itu. Dengan bergulirnya hari dan waktu yang sedang pesta warna dalam senjakala aku berpamitan kepada temanku untuk kembali ke rumah. Aku menitipkan salam kepada keluarganya dan kepada wanita masa lalu yang masih asing dalam pandangan ingatanku. Seandainya kau bertemu dengannya lebih dahulu ketimbang diriku dan jika kau pun coba mengingatkan perihal diriku kepada dirinya, sampaikan salamku kepadanya. Aku mengucapkannya diiringi salam perpisahan sembari menepuk pundaknya yang tipis. Matanya dalam dan senyumnya mengembang seolah-olah tahu waktu dan saat dimana ia akan bertemu dengan wanita itu. Baiklah temanku, jika aku bertakdir untuk bertemu dengannya lebih dahulu, aku berdo’a agar aku tak pernah lupa dan lalai untuk menyampaikan salam hangatmu. Aku merasakan getar suaranya dan meresapi kata-katanya yang terasa magis. Sepertinya keajaiban dan keanehan muncul secara bersamaan bagaikan takdir yang begitu gaib. Aku beranjak dari rumahnya dengan diiringi seulas senyuman dan bayang-bayang pepohonan yang mengiringi perjalanan sore ini. Angin menyapa dan mengalun bagaikan menusuk relung hati yang paling dalam. Aku masih terus membayangkan kegaiban kata-kata temanku saat roda-roda kendaraanku berpeluh dengan aspal yang sedikit basah.
Mungkin semua orang akan merasakan pengalaman yang akan menjadi suatu langkah pendewasaan diri. Seperti gelombang-gelombang ombak yang terus berulang mengajarkan arti pertemuan dan perpisahan dan ketika rembulan meredamkan gejolak yang terjadi, arti pertemuan dan perpisahan semakin syahdu dan menyayat hati. Setiap manusia hidup dalam dunia yang sama, tetapi terkadang mereka memiliki dunianya sendiri, dunia yang memiliki musim berbeda, langit dan pelanginya pun berbeda, hanya manusia-manusia yang berhati murnilah yang mampu melihatnya tanpa terselubung oleh kepalsuan dunia semu. Dalam sela waktu pekerjaanku, aku sempatkan melihat dunia yang luas namun sempit, dunia yang hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu dan aku bersyukur menjadi salah satu diantara mereka. Aku teringat sebuah nama yang disebutkan temanku tempo hari. Aku melihat-lihat rumahku di dunia itu dan sebuah nama sudah diantarkan untuk mengetuk pintu rumahku. Aku mempersilahkannya memasuki pekarangan rumah dunia semuku. Aku lihat wajah, rupa dan mencoba kembali menggali ingatan yang terbenam. Ingatan itu akan terus berputar seperti matahari yang terbit dan terbenam, ia akan terbenam untuk hadir kembali pada saat yang sudah digariskan, seperti itulah ingatan akan wajah dan sosok wanita yang memasuki pekaranganku dan menyapaku seperti seorang teman lama kendati aku belum benar-benar yakin jika benarlah ia yang tempo hari disebut temanku, seorang teman wanita, teman dari masa muda yang hijau dan cemerlang bermandikan sinar surya, teman yang bernama Melodi.

Rabu, 16 November 2011

PENGANTAR

Dalam usia muda, cahaya cinta bisa sekehendak hati membuka mata setiap orang yang dikehendakinya dengan sinar-sinar nya yang terang dan penuh keajaiban. Sedangkan jari-jari nya yang membara memeluk tubuh yang menghangatkan atau meremukkan hati orang yang dipilihnya. Dan melodi adalah wanita yang mengajarkanku tentang keberanian dan ketegaran cinta dengan jiwa dan raganya sendiri.

Setiap orang pasti mengingat cinta yang pernah dilaluinya yang dikenangnya dalam relung hati dan membuat bahagia di atas sejuta misterinya yang pahit. Perjalanan cinta bisa membuat orang terlena, menangis bahkan sampai pada titik putus asa, tetapi sungguh cahaya cinta itu tidak bermaksud untuk membuatmu terpuruk. Air mata yang jatuh membasahi pipi, mata yang sembab, pikiran yang mengawang berontak melawan mimpi dalam tidur malam ataupun seulas senyuman bahagia dan gelak tawa takkan bisa mengatur perangai dan jalan takdir yang berkuasa sekehendak hati.
Kenangan-kenangan yang tercipta dan tertinggal dalam hati membuat jiwa-jiwa menjadi terpenjara dalam kebebasannya. Dalam hati kalian pasti ada suatu benang merah yang siap memicu segala kenangan yang tersimpan rapi dalam memori untuk berputar dalam bayangan dan pemikiran.
Hingga lampu pencerahan datang dengan membawa tanda cinta yang dapat membuat hati ini tertanam dan melayang-layang di atas serakan manusia Jakarta. Aku kuburkan segala kenangan dan mengucapkan selamat tinggal pada cinta yang kau berikan penuh kedewasaaan. Pohon-pohon dan rerumputan yang tumbuh di atasnya tidak mampu mengisahkan cerita kita, meskipun mereka meresapi elemen-elemen dari jasad cinta kita. Begitu pula burung-burung yang mencari keriangan di atas dahan-dahan pohon kita, mereka pun tak mampu melagukan keluh yang menyayat dan rintihan hati yang melakonkan cinta.
Jika kalian melintasi pohon takdir yang sama denganku, berhentilah sejenak dan berjalanlah diam-diam karena kau pasti tidak ingin membangunkan jasad cinta yang remuk dan membusuk di dalam sinar hangat cinta yang membara. Jiwaku melayang-layang, mungkin juga jiwanya, meratapi dahan-dahan pepohonan dalam ratapan duka cita yang menangis meratapi kepergianku yang kemarin masih berupa kecupan-kecupan bibir dan pujian manis dalam alunan melodi-melodi mimpi kehidupan. Namun sekarang tinggal menjadi rahasia sunyi dalam rengkuhan langit dan pelukan bumi.
Jika kalian tidak melintas dan hanya melewatinya, pandangilah dia yang sedang tumbuh menjadi bunga yang mewangi selalu tanpa mengikuti keteraturan musim. Seorang wanita yang telah tumbuh bersama tangan-tangan kehidupan lebih bisa menjaga keharuman tetaman, ketimbang bunga yang begitu cepat mewangi namun lebih dulu layu sebelum pengantin-pengantin lainnya mekar sempurna ditetamanan ini. Dan bisikkanlah perlahan padanya agar jangan menghampiriku, karena bila saatnya tepat, aku yang akan datang, dan biarkanlah takdir berjalan sampai hari yang tepat, jangan memaksaku dengan perlahan atau lantang untuk merencanakaan salah satu keajaiaban Tuhan.