Rabu, 20 April 2011

Mimin memang yahuut

Mimin memang Yahuutt..
Hari senin yang lalu begitu pulang kerja, langit Jakarta mendung kelam. Mendung yang biasa karena pertemuan antara senja dan malam sebentar lagi berpadu. Saat ini pukul 17:35 WIB, jalanan belum begitu sesak oleh kendaraan yang merayap di jalur ibukota. Petir menyambar seperti ingin memberikan energi besar untuk umat manusia di cakrawala sebelah timur. Tiba di daerah salemba senja terang nampak tak sekelam langit timur. Jalan tidak sepadat biasanya sesampai di jalan Pemuda. Mendung datang serasa lebih cepat, mungkin malam tak lagi sanggup menahan rindu pada dunia. Kilatan petir yang menyambar-nyambar seperti guratan cahaya yang tak terkukung malam. Energi yang besar dan pasti bermanfaat bagi manusia jika saja teknologi sudah mampu menggapainya. Tak perlu reaktor Gas bumi apalagi Nuklir yang sangat berbahaya. Karena sekilatan petir mengandung berjuta-juta mega watt daya listrik yang mampu menerangi negeri ini beberapa waktu. Sesampainya di pulo gadung, hujan gerimis yang tidak seperti biasanya mulai turun bercumbu dengan yang dilewatinya. Rintikan air yang lebih besar dari sekedar hujan ringan. Orang-orang sibuk dengan peralatan pelindung air mereka, dan aku hanya melibas jalanan tanpa berhenti

ataupun menepi. Baju ini basah, mata ini dihujani air yang bercampur angin lebat yang sedikit mengaburkan pandangan. Kondisi jalanan tetap saja merayap seolah tidak menghiraukan siapa yang datang petang ini. Inilah manusia yang tertuju pada tujuan gumamku, termasuk diriku. Apa itu hujan, apa itu petir, apa itu angin yang berhembus kencang? Sepertinya aku tidak pernah diajarkan mengetahui dan menakuti makhluk-makhluk tersebut. Tetapi sampai suatu tempat di dekat markas Militer, aku terhenti, hujan ini, butiran dan hembusan angin ini menghentikan dan mematikan instingku untuk menuruti keadaan sekitar. Aku berhenti menahan dingin dan terhenti untuk bergerak menerjang angin. Sekitar setengah jam aku memandangi hujan dalam petang diiringi kilat yang menyambar-nyambar. Sungguh lukisan alam yang menkjubkan..
Dengan badan basah dan hujan yang hamper reda, kulanjutkan perjalanan, merayap diantara kendaraan yang bising dan basah. Genangan air kuterjang, macet tak terhindarkan jika masih takut menerkam kumpulan air yang menggenang. Hampir selutut air yang membanjiri jalan. Mimin masih yahuut untuk menantang. Sepatuku tealiri air genangan. Basah, rasanya tidak ada secuil badanpun yang tidak basah, termasuk badan si mimin. Sesampainya dirumah, MIMIN merahku memang Yahuut dan gak pake rewel.

Rabu, 13 April 2011

Palguna vs Palgunadi

Alkisah di negeri wayang sudah sangat terkenal jikalau Arjuna adalah ksatria tampan yang sakti dan lihai dalam hal panah-memanah. Memang demikianlah paradigma dan takdir yang digariskan Sang Hyang dan selalu dikawalnya takdir-takdir semua tokoh dalam dunia wayang oleh seorang yang bijaksana yaitu Sri Kresna. Namun, mungkin jarang diketahui bahwa sebenarnya ada dua tokoh pewayangan yang kesaktian, ketampanan dan kelihaian dalam panah-memanah. Kedua tokoh ini pun dikenal sebagai laki-laki yang setia terhadap isteri-isteri mereka. Mereka ialah Karna dan Bambang Ekalaya.
Kali ini cerita akan difokuskan kepada Palguna dan Palgunadi. Siapa Palguna dan siapa pula Palgunadi? Palguna ialah tidak lain dan tidak bukan adalah Arjuna putra Pandu Dewanata. Sedangkan Palgunadi adalah nama lain dari Bambang Ekalaya. Palguna adalah murid kesayangan dari Resi Dorna, seorang guru yang mengajarkan ilmu-ilmu beladiri dan keahlian sebagai ksatria. Palgunadi sangat mengagumi Resi Dorna dan bertekad untuk menjadi muridnya. Namun ketia ia datang pada Resi dorna dan diuji kemampuannya dalam hal memanah, Resi Dorna menolaknya sebagai murid. Bukan karena kekurangan atau ketidakmampuannya dalam memanah, namun karena Resi Dorna tahu kalau Palgunadi lebih berbakat dan lebih hebat daripada Arjuna/Palguna. Resi Dorna sudah berjanji dalam dirinya untuk menjadikan palguna sebagai Pemanah yang pernah ada di negeri wayang. Maka dari itu Resi Dorna sangat menyayangi muridnya tersebut. Palgunadi kecewa, namun tidak melunturkan semangatnya untuk berguru pada Resi Dorna. Palgunadi pergi ke hutan dan membuat patung Resi Dorna. Patung tersebut dianggapnya sebagai seorang guru yang mengawasinya dalam berlatih ilmu memanah.

Hari demi hari ia berlatih memanah, sampai suatu ketika keluarga pandawa yang lain yaitu Bima dan Nakula Sadewa berburu ke hutan dan terheran melihat hewan buruan mereka dipanah tepat di matanya. Bima heran mengetahui ada yang keahlian memanhanya sama hebatnya dengan adiknya, Arjuna, sedang Arjuna saat ini melakukan tapa brata. Siapakah gerangan ksatria yang mempunyai kehebatan itu? Ia adalah Palgunadi, yang dengan kerendahan hatinya meminta maaf telah memanah binatang buruan pandawa. Bima yang mampu melihat kejujuran dan kerendahhatian Palgunadi menjadi simpati dan membujuk Resi Dorna untuk membimbingnya menjadi pemanah hebat. Berita pun cepat tersebar, Sri Kresna dan Resi Dorna mendengar kehebatan Palgunadi, lalu Sri Kresna melarang Resi Dorna untuk mengangkatnya menjadi murid. Sri Kresna tidak ingin Palgunadi menjadi Pemanah yang melebihi kesaktian Arjuna, karena Arjuna sudah ditakdirkan sebagai Pemanah tersakti yang pernah ada. Dengan sedikit tipu muslihat, resi Dorna menghampiri Palgunadi ke hutan. Melihat orang yang dikagumi dan dianggapnya sebagai guru datang, Palgunadi menjadi girang. Namun Resi Dorna tidak mengabaikannya. Karena kedatangan Resi Dorna sebenarnya adalah untuk mematikan kesaktian Palgunadi. Maka dari itu Resi Dorna meminta kedua jempol Palgunadi sebagai tanda penghormatan.
bersambung ke part-2

Palguna vs Palgunadi

(Part 2-end part)
Tanpa ragu Palgunadi pun memberikan kedua jempolnya kepada Resi Dorna sebagai tanda bakti. Resi Dorna pun pergi dengan kesedihan dalam hati melihat keikhlasan murid yang tak pernah diajarnya tersebut.
Di tempat lainnya, ada seorang putri yang cantik jelita sedang dikejar-kejar oleh raksasa yang ingin mengawininya. Nama putri tersebut adalah Dewi Anggraini. Ketika mencoba lari dan menghindari raksasa tersebut, Dewi Anggraini bersembunyi di sebuah gua. Tanpa mengetahui di dalam gua itu ada seseorang yang sedang melakukan tapa brata. Orang tersebut terbangun dan ia adalah Arjuna. Melihat Arjuna terbangun dari tapanya, Dewi Anggraini meminta maaf

dan meminta tolong agar diselamatkan dari kejaran raksasa. Arjuna pun menolong dan membunuh kedua raksasa tersebut. Dewi Anggraini pun berterima kasih dan melanjutkan perjalanan menuju ke rumahnya. Namun, melihat kecantikan dan keanggunan Dewi Anggraini, Arjuna pun jatuh hati dan mengejar Dewi Anggraini. Dewi Anggraini pun menceritakan kalau ia sudah memiliki suami dan sangat setia pada suaminya. Arjuna tidak perduli dan sudah dibutakan matanya oleh kecantikan Dewi Anggraini. Sesaat Sri Kresna datang dan memperingatkan Arjuna untuk tidak mengganggu Dewi. Namun Arjuna bersikukuh mencari tahu kediaman Dewi Anggraini. Sesampainya di rumah, Dewi Anggraini menceriterakan kejadian yang dialaminya barusan kepada suaminya yang baru kembali dari hutan. Suaminya tidak lain dan tidak bukan adalah Bambang Ekalaya atau Palgunadi. Mendengar ceritera istrinya, Palgunadi naik pitam dan memburu Arjuna. Mengetahui hal tersebut, Arjuna pun memenuhi tantangan Palgunadi untuk bertarung. Sri Kresna mengawasi perselisihan diantara keduanya dan menasehati Arjuna untuk tidak mengikuti hawa nafsu dan jangan sombong dengan kesaktian yang dimiliki. Terjadilah pertarungan yang dijanjikan, Arjuna jumawa mengetahui kedua jempol Palgunadi sudah terpotong dan diserahkan ke Resi Dorna. Palguna berfikir dengan demikian kesaktian Palgunadi sudah menurun. Sesaat dimulai pertarungan tersebut, hujan panah antara keduanya pun takterhindarkan, adu kesaktian pun dilakukan dan keadaan seimbang. Namun dengan kesaktian yang masih tersimpan, Palgunadi mampu membunuh Palguna. Namun Sri Kresna yang mengawasi pertarungan sejak tadi, langsung memboyong jasad Palguna dan menggunakan ajian Wijayakusumah untuk mengembalikan roh Palguna. Melihat kejadian tersebut Palgunadi menjadi marah dan merasa ketidakadilan. Sri Kresna segera menasehati dan menjanjikan padanya untuk hidup di Nirwana, Palgunadi tidak puas, Ia protes kenapa Arjuna dihidupkan kembali. Sri Kresna mencoba menerangkan, jika Arjuna kelak akan dibutuhkan dan sudah ditakdirkan untuk berperang di Khurusetra. Mendengar penjelasan itu, Palgunadi pun menerima takdir dan mengajak istrinya pergi ke Nirwana. Palguna bersedih karena tidak mampu menyunting Dewi Anggraini.
Ceritera ini mensiratkan jika jiwa ksatria Palgunadi sangat tinggi dan mampu menjaga kesetiaan, kepatuhan dan keluarganya. Sedangkan Dewi Anggraini, adalah sosok yang mampu menjaga kehormatan dan kesetiaannya terhadap suami.